Di
desa Bedahulu wilayah kabupaten Tabanan, Bali pada zaman dahulu,
hiduplah sepasang suami istri. Mereka kaya, hanya saja mereka belum
mempunyai anak. Bagi penduduk Bali pada masa itu, manusia yang belum
mempunyai keturunan adalah manusia yang siasia hidupnya.
Suatu
hari mereka pergi ke Pura Desa. Mereka memohon kepada Yang Maha Kuasa
agar diberi keturunan. Waktu pun berlalu. Sang istri mulai mengandung.
Betapa bahagianya mereka. Beberapa bulan kemudian, lahirlah seorang bayi
laki-laki.
Bayi tersebut hendak disusui oleh ibunya, namun
jarinya terus menunjuk ke arah sebuah nasi kukus. Bahwa nantinya anak
ini akan menjadi tokoh besar, sudah nampak tanda- tandanya sejak dini.
Bayi
itu menangis merengek seolah meminta sesuatu. Sang Ibu kasian mendengar
rengekan sang bayi , Ibu kemudian mengambil nasi kukus tersebut dan
mencoba untuk memberikannya pada bayi. Ibu bergumam dalam hatinya :
Apakah anak ini ingin merasakan nasi kukusan ini? Umurnya belum cukup
untuk makan nasi?”
Tak dinyana ternyata bayi tersebut memakan
nasi kukus tersebut dengan lahapnya. Ibu bayi tersebut menampakkan
keterkejutan yang sangat. Ketika baru lahir, anak tersebut sudah bisa
untuk memakan nasi… Ibu:” Astaga, Kau telah berikan anak yang luar
biasa, ya Hyang Widi…
Ternyata yang lahir bukanlah bayi biasa.
Ketika masih bayi pun ia sudah bisa makan makanan orang dewasa. Setiap
hari anak itu makin banyak dan makin banyak.
Anak itu tumbuh menjadi orang dewasa yang tinggi besar. Karena itu ia dipanggil dengan nama Kebo Iwa, yang artinya paman kerbau.
Kebo
Iwa makan dan makan terus dengan rakus. Lama-lama habislah harta orang
tuanya untuk memenuhi selera makannya. Mereka pun tak lagi sanggup
memberi makan anaknya.
Dengan berat hati mereka meminta bantuan
desa. Sejak itulah segala kebutuhan makan Kebo Iwa ditanggung desa.
Penduduk desa kemudian membangun rumah yang sangat besar untuk Kebo Iwa.
Mereka pun memasak makanan yang sangat banyak untuknya. Tapi lama-lama
penduduk merasa tidak sanggup untuk menyediakan makanan. Kemudian mereka
meminta Kebo Iwa untuk memasak sendiri. Mereka cuma menyediakan bahan
mentahnya. Bahan-bahan pangan tersebut diolah oleh Kebo Iwa di Pantai
Payan, yang bersebelahan dengan Pantai Soka.
Danau Beratan
merupakan tempat dimana , Kebo Iwa biasanya membersihkan, walaupun
jaraknya cukup jauh namun dengan tubuh besarnya jarak tidak menjadi
masalah baginya, dia bisa mencapai setiap tempat yang diinginkannya di
wilayah Bali dengan waktu singkat.
Kebo Iwa memang serba besar.
Jangkauan kakinya sangat lebar, sehingga ia dapat bepergian dengan
cepat. Kalau ia ingin minum, Kebo Iwa tinggal menusukkan telunjuknya ke
tanah. Sehingga terjadilah sumur kecil yang mengeluarkan air.
Walaupun
terlahir dengan tubuh besar, namun Kebo Iwa adalah seorang pemuda
dengan hati yang lurus. Suatu ketika dalam perjalanannya pulang
dariDanau beratan, Tampak segerombolan orang dewasa yang tidak berhati
lurus, Dari kejauhan para warga desa merasa sangat cemas. Tampak seorang
dari mereka tersita perhatiannya pada seorang gadis cantik. Laki-laki
itu menggoda gadis ini dengan kasar, gadis ini menjadi takut dan enggan
berbicara. Laki-laki itu semakin bernafsu dan tangan-tangannya mulai
melakukan tindakan yang tidak senonoh.
Tiba-tiba Kebo Iwa muncul
di belakang gerombolan tersebut, mencengkeram tangan salah seorang dari
mereka, nampak kegeraman terpancar dari wajahnya, laki-laki itu menjerit
kesakitan, gerombolan itu sangat terkejut melihat Kebo Iwa yang begitu
besar, ketakutan nampak dari raut muka gerombolan tersebut. Gerombolan
tersebut lari tunggang langgang.
Demikianlah Kebo Iwa membalas
jasa baik para warga desanya dengan menjaga keamanan di mana dia
tinggal. Tubuh yang besar sebagai karunia dari Sang Hyang Widi
dimanfaatkan dengan sangat baik dan benar oleh Kebo Iwa.
Pada
abad 11 Masehi, sebuah karya pahat yang sangat megah dan indah dibuat di
dinding Gunung Kawi, Tampaksiring. Kebo Iwa yang memahat dinding gunung
dengan indahnya, hanya dengan menggunakan kuku dari jari tangannya
saja. Karya pahat tersebut dibuat hanya dalam waktu semalam suntuk,
menggunakan kuku dari jari tangan Kebo Iwa.
Pahatan tersebut
diperuntukkan memberikan penghormatan kepada Raja Udayana, Raja Anak
Wungsu ,Permaisuri dan perdana menteri raja yang disemayamkan disana.
Raja Anak Wungsu adalah raja yang berhasil mempersatukan Bali.
Salah
satu hal yang paling istimewa dari Kebo Iwa adalah kemampuannya untuk
membuat sumur mata air. Kebo Iwa dengan segenap kekuatan menusukkan jari
tangannya ke dalam tanah. Dengan kekuatan jari tangannya yang dahsyat,
dia mampu mengadakan sebuah sumur mata air, hanya dengan menusukkan jari
telunjuknya ke dalam tanah.
Beragam kemampuan yang luar biasa
tersebut, menyebabkan timbulnya daya tarik tersendiri dari pribadi
seorang Kebo Iwa. Dan kekuatan luar biasa itu, menyebabkan seorang raja
yang berkuasa keturunan terakhir
dari Dinasti Warma Dewa, bernama Sri
Astasura Bumi Banten… menginginkan Kebo Iwa untuk menjadi salah satu
patihnya di wilayah Blahbatuh…Yang juga dikenal dengan sebutan Raja
Bedahulu. (‘Beda’ diartikan sebagai kekuatan yang berbeda). Kebo Iwa
diangkat menjadi Patih kerajaan dan saat itu dia mengucapkan Janji bahwa
selama Kebo Iwa masih bernafas Bali tidak akan pernah dikuasi.
Dengan
dukungan dari patih Kebo Iwa yang luar biasa kuat, Sri Astasura Bumi
Banten menyatakan bahwa kerajaannya tidak akan mau ditundukkan oleh
Kerajaan Majapahit yang berkehendak untuk menaklukkan kerajaan di Bali.
Adapun
kerajaan Majapahit waktu itu dipimpin oleh Raja Tri Bhuwana Tungga
Dewi, dengan patihnya yang paling terkenal dengan terkenal dengan Sumpah
Palapanya (sumpah untuk tidak menikmati kenikmatan dunia bila seluruh
wilayah nusantara belum dipersatukan di bawah panji Majapahit) yang
bernama Gajah Mada.
Karena kehebatannya, Kebo Iwa dapat menahan
serbuan pasukan Majapahit yang hendak menaklukkan Bali. Semua
kapal-kapal perang Majapahit ditenggelamkan selagi berada di Selat Bali.
Maha
Patih Majapahit pun mengatur siasat. Dalam siasat yang diatur, Gajah
Mada memberikan pujian kepada Baginda Sri Astasura Bumi Banten dan Patih
Kebo Iwa tanpa menimbulkan kecurigaan. Lantas, Raja Majapahit membujuk
Patih kebo Iwa untuk melakukan perjalanan ke Majapahit guna menikahi
wanita terhormat nan jelita pilihan raja yang berasal dari Lemah Tulis.
Menanggapi
tawaran dari Majapahit, Patih Kebo Iwa yang setia terhadap rajanya,
memohon petunjuk dan persetujuan dari baginda Sri Astasura Bumi Banten.
Sang Raja menyetujuinya tanpa rasa curiga.Sebelum pergi ke Majapahit,
Patih Kebo Iwa terlebih dahulu melakukan upacara keagamaan di Pura
Uluwatu, untuk meminta kekuatan dari Sang Hyang Rudra. Dan Sang Hyang
Rudra memenuhi permintaan Kebo Iwa, mengakibatkan meningkatnya kekuatan
dan kesaktian menjadi sangat luar biasa.
Kedatangan Patih Kebo
Iwa ke tanah Majapahit menyebabkan para tentara, baik yang belum pernah
melihatnya maupun yang pernah takluk atas kekuatannya, menjadi
terperangah, kagum, bercampur rasa ngeri dan waspada, Tentara Majapahit,
menampakkan ekspresi terkejut dan cemas. Arah pandang mereka terpusat
ke satu tujuan yang sama. Beberapa diantara mereka nampak sedang
berbisik pelan dengan teman yang berada di sebelahnya; “Lihatlah ukuran
tubuhnya! Luar biasa ! Mengerikan !”.
Patih Gajah Mada menyambut
kedatangan Patih Kebo Iwa: “Salam, Patih yang tangguh ! Selamat datang
di Kerajaan Majapahit” Patih Kebo Iwa yang menimpali salam dari Patih
Gajah Mada. Kebo Iwa : “Terima Kasih Patih, kiranya anda bersedia untuk
langsung menjelaskan maksud dari Baginda Tri Bhuwana Tungga Dewi yang
meminta saya untuk datang ke Majapahit.
Gajah Mada : “Seperti
yang telah dikabarkan sebelumnya, Patih kebo Iwa, baginda Raja
mengharapkan kedatangan patih guna menjalin suatu tali persahabatan
dengan Kerajaan Bedahulu di Bali dan juga berharap agar patih bersedia
menemui wanita terhormat pilihan baginda yang dirasa pantas untuk
mendampingi seorang patih yang tangguh seperti anda”.
Gajah Mada
menarik nafas panjang kemudian melanjutkan kata-katanya: “Akan tetapi
sebelumnya, akan sangat berati apabila Patih kerajaan. Kebo Iwa berkenan
membuat sumur air di sana yang nantinya akan dipersembahkan untuk
wanita calon pendamping anda. Lebih lagi, sumur itu nantinya juga akan
dimanfaatkan oleh rakyat kerajaan Majapahit yang saat ini sedang
kekurangan air. Kiranya patih berkenan mengabulkan permohonan ini.
Patih
Kebo Iwa memiliki jiwa besar dan lurus hatinya, akhirnya diapun
meluluskan permintaan tersebut.Nampak Patih Kebo Iwa yang sedang
mempertimbangkan permintaan tersebut. Kemudian memutuskan untuk memenuhi
permintaan tersebut. Kebo Iwa (berpikir sejenak) kemudian dia berkata:
“Baiklah, biarlah kekuatanku ini kupergunakan untuk sesuatu yang
menghadirkan berkat bagi orang banyak”.
Tanpa banyak cakap lagi,
Patih Kebo Iwa segera melakukan aktivitasnya untuk menciptakan sebuah
sumur air. Sebelum memulai pekerjaannya, tidak lupa Patih Kebo Iwa
meminta pedoman dari Sang Hyang Widi. Kebo Iwa : (dalam hati) Ya yang
Kuasa, segala yang akan saya lakukan semoga menggambarkan kebesaran
namaMu.Kebo Iwa mulai menggali sumur di tempat yang telah ditunjuk.
Dalam
waktu yang cukup singkat, sumur telah tergali cukup dalam. Namun belum
ada mata air yang keluar. Di atas lubang sumur yang digali oleh Patih
Kebo Iwa, para prajurit Majapahit terlihat berkerumun, nampak mereka
memusatkan pehatian pada Patih Gajah Mada. Seakan mereka menantikan
sesuatu perintah…Tiba-tiba Gajah Mada berteriak: “Timbun dia dengan
batu………!!!!” Seketika itu juga, para prajurit menimbun kembali lubang
sumur yang sedang dibuat, dengan Patih Kebo Iwa berada di dalamnya.
Para
prajurit menimbun lubang sumur dengan batu hasil galian itu sendiri,
nampak Kebo Iwa sangat terkejut dan berusaha menahan jatuhnya batu.
Dalam waktu yang singkat, lubang sumur itupun tertutup rapat. Mengubur
seorang
pahlawan besar didalamnya. Patih Gajah Mada yang berbicara kepada para
parjuritnya.Gajah Mada : “Sungguh amat disayangkan seorang pahlawan
besar seperti dia harus mengalami ini. Namun, hal ini terpaksa harus
dilakukan, agar nusantara ini dapat dipersatukan. Dengan ini kerajaan
Bali akan menjadi bagian dari Majapahit”.
Tiba-tiba timbunan batu
melesat ke segala penjuru, menghantam prajurit Majapahit. Terdengar
teriakan membahana dari dalam sumur. Kebo Iwa : (berteriak) “Belum !
Bali masih tetap merdeka, karena nafasku masih berhembus !!. Batu-batu
yang ditimbunkan melesat kembali keangkasa dibarengi dengan teriakan
prajurit Majapahit yang terhempas batu. Dari dalam sumur, keluarlah
Patih Kebo Iwa, yang ternyata masih terlalu kuat untuk dikalahkan.
Patih
Gajah Mada terkejut, menyaksikan Patih Kebo Iwa yang masih perkasa, dan
beranjak keluar dari lubang sumur. Kebo Iwa : “Dan pembalasan adalah
apa yang kutuntut dari sebuah pengkhianatan !” Patih Kebo Iwa menyerang
Patih Gajah Mada kemarahan dan dendam mewarnai pertempuran. Akibat
amarah dan dendam yang dirasakan oleh Patih Kebo Iwa, pertempuran
berlangsung sengit selama beberapa waktu.
Disela-sela saling
serang Gajah Mada berteriak:”Untuk memersatukan dan memperkuat
nusantara, segenap kerajaan hendaklah dipersatukan terlebih dahulu. Dan
kau berdiri di garis yang salah sebagai seorang penghalang !”.
Kesaktian
Patih Kebo Iwa, sungguh menyulitkan usaha Patih Gajah Mada untuk
menundukkannya. Pertempuran antara keduanya masih berlangsung hebat,
namun amarah dan dendam Patih Kebo Iwa mulai menyurut…Dan rupanya Patih
Kebo Iwa tengah bertempur seraya berpikir … Dan apa yang tengah
dipikirkan
olehnya, membuat dia harus membuat keputusan yang sulit…
Kebo Iwa : (dalam hati) Kerajaan Bali pada akhirnya akan dapat
ditaklukkan oleh usaha yang kuat dari orang ini, keinginannya untuk
mempersatukan nusantara agar menjadi kuat kiranya dapat aku mengerti
kini.
Namun apabila, aku menyetujui niatnya dan ragaku masih
hidup, apa yang akan aku katakan nantinya pada Baginda Raja sebagai
sangkalan atas sebuah prasangka pengkhianatan ? Masih dalam keadaan
bertempur, secara sengaja Patih Kebo Iwa melontarkan pernyataan yang
intinya mengenai hal untuk mengalahkan kesaktiannya.
Kebo Iwa :
“Wahai Patih Gajah Mada ! Cita-citamu untuk membuat nusantara menjadi
satu dan kuat kiranya dapat aku mengerti, namun selama ragaku tetap
hidup sebagai abdi rajaku, aku akan menjadi penghalangmu. Maka,
taklukkan aku, hilangkan kesaktianku dengan menyiramkan bubuk kapur ke
tubuhku.
Pernyataan Patih Kebo Iwa rupanya membuat terkesiap
Patih Gajah Mada. Patih Gajah Mada menunjukkan reaksi keheranan yang
amat sangat atas perkataan Patih Kebo Iwa.
Gajah Mada yang
mengerti atas keinginan Kebo Iwa, nampak menghantamkan jurusnya ke batu
kapur, batu itupun luluh lantakmenjadi serpihan bubuk.
Patih
Gajah Mada menyapukan bubuk tersebut ke arah Patih Kebo Iwa dengan
ilmunya, bubuk kapur menyelimuti tubuh sang patih Nampak Patih Kebo Iwa,
sesak napasnya oleh karena bubuk kapur tersebut.
Kiranya bubuk
kapur tersebut membuat olah pernapasan Patih Kebo Iwa menjadi terganggu,
hal tersebut mengakibatkan kesaktian tubuh Patih Kebo Iwa menjadi
lenyap.Patih Gajah Mada melesat ke arah Patih Kebo Iwa,menusukkan
kerisnya ke tubuh Kebo Iwa.
Dan sebelum kepergiannya, dengan sisa
tenaga yang ada Patih Kebo Iwa mengutarakan apa yang ingin dikatakan
untuk terakhir kali. Patih Kebo Iwa : “Kiranya kematianku tidak sia-sia
adanya…biarlah nusantara yang kuat bersatu hasil yang pantas atas harga
hidupku”.
Patih Gajah Mada dengan raut muka sedih, memberikan
jawaban atas perkataan Patih Kebo Iwa. Gajah Mada : “Kepergianmu sebagai
tokoh besar akan terkenang dalam sejarah… Sejarah suatu nusantara yang
satu dan kuat”.
Tak lama setelah mendengar pernyataan tersebut,
napas terakhirpun pergilah sudah, meninggalkan raga seorang patih
tertangguh dalam sejarah Bali… dan pertiwi pun meredup melepas kepergian
salah satu putra terbaiknya.
Dengan meninggalnya Kebo Iwa, Bali
pun dapat ditaklukkan Majapahit. Berakhirlah riwayat orang besar yang
berjasa pada Pulau Bali.